Hubungan
Manusia dengan Kebudayaan. Dari kalimat tersebut, kita kira-kira dapat
mengartikannya dengan cara mengetahui apa itu ‘Hubungan’, ‘Budaya’, atau
‘Kebudayaan’.
Hubungan adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih
yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Hubungan dapat dibedakan menjadi
hubungan dengan teman sebaya, orangtua, keluarga, dan lingkungan sosial. Secara garis besar, hubungan
terbagi menjadi hubungan positif dan negatif. Hubungan
positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan
adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan,
hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan
pihak yang lain merasa dirugikan.Dalam hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara
pihak yang berinteraksi.Lebih lanjut, hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan
kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin
dekat pihak-pihak tersebut, hubungan tersebut akan dibawa kepada tingkatan yang
lebih tinggi. (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan)
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia. (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan)
Lalu
bagaimana kita menyikapi arti dari Hubungan Manusia dengan Kebudayaan itu
sendiri?
Menurut saya, manusia itu tidak pernah lepas dari
adanya hubungan, dan kehidupan lingkungannya. Kita mempunyai hubungan darah,
hubungan kekerabatan, hubungan antar masyarakat, hubungan diplomatic, dan lain
sebagainya. Kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Apakah kita akan membuat
baju yang kita kenakan itu sendiri? Apakah kita membuat kompor untuk memasak
itu sendiri? Atau mungkin, apakah kita membuat lubang untuk mendapatkan air
sendiri? Tentu tidak. Begitu pula dengan kebudayaan. Kita lahir di tempat yang
berbeda, waktu yang berbeda, iklim yang berbeda, dan dengan keadaan yang
berbeda. Berbeda tempat, berbeda pula kebudayaan yang kita ‘pegang’. Kebudayaan
itu bermacam-macam, ada yang disebut kebudayaan agama, kebudayaan suku, atau
bisa juga kebudayaan modern seperti yang kita kenal zaman sekarang, penuh
dengan kehidupan glamour, kemewahan,
dan serba mahal. Lalu, apakah hubungan antara manusia dengan kebudayaan itu
sendiri?
Hubungan manusia dengan kebudayaan tentu sangat
terkait. Bagaimana tidak, kebudayaan itulah yang menciptakan karakter dari
manusia itu. Sesorang yang tingkat
kebudayaan dari daerah asalnya tinggal itu cenderung membawa dampak bagi
kehidupan sosialnya. Sesorang yang tinggal di lingkungan yang keras, akan
menciptakan mental dan jiwa raga yang kuat pula. Begitu pula sebaliknya.
Seseorang ataupun bisa juga sekelompok manusia, yang hidup berdampingan dengan
damai, akur, akrab, dan sejahtera, akan menimbulkan efek psikologis yang baik
dan penuh dengan kehangatan. Seberapa besarkah tingkat kebudayaan itu sendiri
bagi manusia? Sangat besar. Seperti contoh diatas, itu sudah sangat memberikan
gambaran dari pertanyaan tersebut.
Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Yang saya baca dan saya ketahui, terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.
tidak hanya itu saja, hubungan antara manusia dengan kebudayaan bisa juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Sebagai manusia, kita mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai penganut kebudayaan itu sendiri, pembawa kebudayaan, manipulator kebudayaan dan bisa jadi sebagai pencipta kebudayaan. Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian.
Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan.
Manusia
Indonesia dalam hal kebudayaan saat ini mengalami berbagai rintangan dan
halangan untuk menerima serbuan kebudayaan asing yang masuk lewat Globalisasi,
bisa dengan cara dengan penyebaran melalui perpindahan pulau. Dalam hal ini
teknlogi informasi dan komunikasi yang masuk turut merubah cara kebudayaan
Indonesia tersebut baik itu kebudayaan nasional maupun kebudayaan murni yang
ada di setiap daerah di Indonesia. Dalam hal ini sering terlihat ketidakmampuan
manusia di Indonesia untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing
sehingga melahirkan perilaku yang cenderung ke Barat-baratan (westernisasi). Seperti
contohnya saja remaja-remaja yang sering ke diskotik, tempat hiburan malam,
cara berpakaian, dan lain-lain. Sehingga, tidak hanya gaya hidup yang mewah dan
berlebihan (menurut masyarakat awam), tetapi dapat juga mengandung arti dan
makna negative. Seperti contoh, pemakaian obat-obat terlarang. Sekali seseorang
terjerat di dalamnya, tidak akan bisa lepas dari jeratan tersebut. Lalu
bagaimana kita menyikapinya? Tetapi tidak hal ini saja yang patut kita
perhatikan. Banyak diluar sana seseorang bahkan sekelompok manusia yang masih sangat
melekat dengan budayanya, sehingga susah untuk menerima budaya dari luar. Sikap
ini deisebut sikap etnosentrime (kecenderungan setiap kelompok untuk percaya
begitu saja akan keunggulan/superioritas kebudayaannya sendiri dan sikap
senosentrisme (sikap yang lebih menyenangi pandangan/produk asing) yang
ternyata merupakan hal selanjutnya yang dapat menghambat terwujudnya kebudayaan
nasional untuk kemajuan bangsa dan negara.
Sepertinya, sudah saatnya manusia Indonesia berikut dengan berbagai kebudayaan daerahnya yang ada melakukan suatu bentuk adaptasi yang sifatnya inovasi/pembaruan dengan budaya Barat/asing seperti dalam hal kesenian dimana instrumen musik tradisional dipadukan dengan instrumen modern (alat-alat band dengan teknologi komputernya) maupun perawatan berbagai benda kebudayaan dengan teknologi asing yang ada sehingga akulturasi dapat diwujudkan.
Selain itu, media-media seperti TV, radio, dan lainya juga dapat mempengaruhi kebudayaan manusia menjadi cenderung ke arah negatif. Menonton sinetron, dan menggunakan cara berakting atau kondisi sinetron di kehidupan nyata terkadang dan bahkan sering membawa manusia untuk melakukan hal-hal yang tidak layak untuk dilakukan. (merangkum sebagian isi dari http://zero-shiki28.livejournal.com/13997.html)
Sepertinya, sudah saatnya manusia Indonesia berikut dengan berbagai kebudayaan daerahnya yang ada melakukan suatu bentuk adaptasi yang sifatnya inovasi/pembaruan dengan budaya Barat/asing seperti dalam hal kesenian dimana instrumen musik tradisional dipadukan dengan instrumen modern (alat-alat band dengan teknologi komputernya) maupun perawatan berbagai benda kebudayaan dengan teknologi asing yang ada sehingga akulturasi dapat diwujudkan.
Selain itu, media-media seperti TV, radio, dan lainya juga dapat mempengaruhi kebudayaan manusia menjadi cenderung ke arah negatif. Menonton sinetron, dan menggunakan cara berakting atau kondisi sinetron di kehidupan nyata terkadang dan bahkan sering membawa manusia untuk melakukan hal-hal yang tidak layak untuk dilakukan. (merangkum sebagian isi dari http://zero-shiki28.livejournal.com/13997.html)
No comments:
Post a Comment