Wednesday, October 12, 2011

Faktor-faktor Pertumbuhan Penduduk di Indonesia Berkembang Pesat

Macet? Sudah menjadi hal yang biasa di kehidupan perkotaan, terutama Jakarta. Kehidupan Jakarta yang keras membuat beberapa orang ingin mengetahui, apa sebab perkotaan-perkotaan besar sering terjadi kemacetan yang meresahkan masyarakat. Menurut saya, ini terjadi karena banyaknya penduduk yang mendiami di wilayah kota-kota besar, dan ditambahnya pesatnya pertumbuhan penduduk di wilayah Indonesia.  Oleh sebab itu, berikut adalah faktor-faktor, mengapa terjadi kemacetan, ke-penuh sesakan, dan kejadian-kejadian lain yang meresahkan penduduk di Indonesia, sehingga terjadi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, alias tindakan kriminal.


1. MIGRASI

Migrasi adalah peristiwa berpindahnya suatu organisme dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam banyak kasus, organisme bermigrasi untuk mencari sumber-cadangan-makanan yang baru untuk menghindari kelangkaan makanan yang mungkin terjadi karena datangnya musim dingin atau karena kepadatan penduduk.  Selain migrasi ada istilah lain tentang dinamika penduduk yaitu mobilitas. Pengertian Mobilitas ini lebih luas daripada migrasi sebab mencakup perpindaahan wilayah secara permanen dan sementara.
Migrasi ini merupakan akitab dari keadaan lingkungan seklitar yang kurang menguntungkan bagi dirinya. Sebagai akibat dan kedadaan alam yang kurang menguntungkan menimbulkan terbatasnya sumberdaya yang mendukung penduduk didaerah tersebut.
Langkah-langkah imigran dalam menentukan keputusannyauntuk pindah ke daerah laina tau kawasan (aeal) lain terlebih dahulu ingin mengetahui lebih dahulu faktor-faktor sebagai berikut :
- Persediaan sumber alam
- Lingkungan sosial budaya
- Potensi ekonomi
- Alat masa depan

sumber: http://3rest.wordpress.com/2010/11/06/faktor-pesatnya-pertumbuhan-penduduk/


Tingginya perkembangan penduduk kota terutama disebabkan migrasi yang dilakukan oleh penduduk pedesaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek migrasi yang akan mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan. Todaro (2000) menyatakan bahwa munculnya urbanisasi yang berlebihan di suatu negara dipicu oleh pesatnya pertumbuhan penduduk yang didukung oleh menurunnya angka kematian serta adanya kebijakan pemerintah yang cenderung bias ke kota. Tingginya angka migrasi ke kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran penduduk sehingga terjadi pemusatan penduduk di perkotaan. Akibatnya kepadatan penduduk di perkotaan tersebut semakin tinggi. Tingginya angka migrasi ini disebabkan karena adanya faktor-faktor penarik dan pendorong yang menyebabkan penduduk pedesaan atau penduduk daerah lain tersebut melakukan perpindahan kedaerah perkotaan.



Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah :
1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
4. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.



Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah :
1. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup.
2. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik,
3. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
4. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.
Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Todaro menyebutkan motif utama tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional. Mobilitas ke perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari pada yang diperolehnya di tempat asalnya.
sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18232/5/Chapter%20I.pdf


2. MENIKAH USIA DINI/HAMIL DILUAR NIKAH

Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Namun tidak sedikit manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik fisik maupun mental akan mencari pasangannya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dalam kehidupan manusia perkawinan bukanlah bersifat sementara tetapi untuk seumur hidup. Sayangnya tidak semua orang tidak bisa memahami hakekat dan tujuan dari perkawinan yang seutuhnya yaitu mendapatkan kebahagiaan yang sejati dalam berumah-tangga.
Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah penting atau dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena didalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis.
Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri.
Pernikahan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung-jawab. Begitu memutuskan untuk menikah, mereka siap menanggung segala beban yang timbul akibat adanya pernikahan, baik yang menyangkut pemberian nafkah, pendidikan anak, maupun yang berkait dengan perlindungan, pendidikan, serta pergaulan yang baik.
Tujuan dari perkawinan yang lain adalah memperoleh keturunan yang baik. Dengan perkawinan pada usia yang terlalu muda mustahil akan memperoleh keturunan yang berkualitas. Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda.
sumber: http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR10-Res3-ind.pdf


3. MENERAPKAN ISTILAH "BANYAK ANAK BANYAK REJEKI"

Siapa bilang banyak anak itu bikin sial dan sulit untuk dijalani. Program KB atau keluarga berencara a.k.a keluarga berkualitas yang dicanangkan pemerintah Indonesia itu memang program yang baik untuk keluarga yang memiliki penghasilan yang terbatas, tidak senang keramaian, tidak memiliki leader yang kuat, tidak suka yang rumit-rumit, dan lain sebagainya. Toh agama tidak melarang serta KB juga tidak wajib dan yang melanggar pun tidak dihukum.
Orang-orang jaman dulu beranggapan banyak anak banyak rezeki karena mereka berorientasi pada kuantitas sumber daya manusia / sdm. Tetapi di jaman yang serba sulit ini menjadi agak bergeser. Semakin banyak anak yang berkualitas maka semakin baik pula rejekinya. Jadi kuantitas dan kualitas sdm anak semua dikelola dengan baik.
Untuk bisa menerapkan pola banyak anak banyak rejeki memang tidak mudah karena butuh pengorbanan orang tua dan saudara yang lain untuk mendukungnya. Anak yang jumlahnya banyak sudah pasti sulit sekali untuk mengurusnya. Perlu modal, waktu, tenaga, pikiran, perasaan, kepemimpinan, tercurah untuk menjalani hidup dengan banyak anak-anak.
Tetapi jika berhasil membuat anak yang dewasa dengan kualitas tinggi maka setelah itu kita akan menuai hasilnya. Dari sisi ekonomi banyak anak yang mapan dan mampu menunjang kehidupan orangtua. Dari sisi kebanggaan sudah pasti kita bangga kalau anak kita semua jadi orang yang mandiri, sukses, mapan, dll. Dari sisi agama pun kita akan tenang di akhirat jika anak-anak kita adalah anak yang soleh/soleha karena mereka akan mendoakan kita agar mendapat ampunan Tuhan.
Jadi bukan berarti Banyak Anak Tidak Banyak Rejeki, tetapi Jika kita bisa menjalani dengan baik maka Banyak Anak Banyak Rejeki bukan isapan jempol semata.



No comments:

Post a Comment